Oleh : Dr.KH.Ahmad Hasyim Muzadi
Di dalam Al-Qur’an disebutkan, laqad khalaqna insana fi kabad. Allah SWT menciptakan kita, dimasukkan di dalam kehidupan yang sulit. Penuh tantangan, tapi juga penuh harapan. Sebagai salah satu keadilan dari Allah SWT, Allah SWT juga memberi tahu, memberi ajaran melalui Nabi Muhammad SAW, bagaimana cara menghadap kesulitan itu. Jadi, kita diberitahu tentang kesulitan, kita dibekali ajaran untuk menghadapi kesulitan itu. Selanjutnya, selain kita diberi ajaran tentang bagaimana menghadapi kesulitan-kesulitan itu, kita juga diberi peralatan yang cukup untuk menghadapi kesulitan itu. Kita diberi otak yang bsia dipakai berpikir untuk mengatasi masalh. Kita diberi nafsu atau kehendak, untuk membuat karsa atau kreasi-kreasi; kita diberi hati yang dapat menimbang, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas. Di dalam hati, ada nurani yang tiudak bisa dibohongi oleh nafsu kita. Kalau otak, itu masih seringf dibohongi oleh nafsu. Buktinya, banyak orang pinter tapi kebliunger. Kalau nurani, itu steril, sehingga Rasulullah SAW bersabda: Istafti Qalbaka. Kalau kamu merenung, bingung, mintalah fatwa kepada hati nuranimu, karena hati nurani steril terhadap nasfu. Coba tanya hati nuranimu, baik atau tidak baik; pantas atau tidak pantas; jadi, kalau di pesawat itu, nurani sebagai black box- sekalipun terbakar badan pesawat, dia tidak apa-apa. Dia merekam apa yang terjadi tanpa bisa dibohongi. Kita juga diberi panca indera, alat-alat ikhtiyar, badan, tangan, kaki, kesehatn, semuanya disiapkan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan tadi. Kalau pemberian-pemberian Allah itu diringkas, instrumen-instrumen itu diringkas, maka menjadi dua hal yang penting. Pertama, ikhtiyar, kedua; do’a. ikhtiyar adalah usaha dengan lahiriyah kita. Do’a adalah permintaan melalui hati kita. Sebenarnya, ikhtiytar adalah do’a secara lahiriyah, dan do’a adalah ikhtiyar secara bathiniyah. Sehingga sebenarnya, antara usaha dan do’a itu satu masalah, dua sisi. Istilahnya, two side of one coin, dua sisi dari satu mata uang. Ikhtiyar tidak akan lengkap tanpa do’a; dan do’a pun tidak bisa jalan tanpa ikhtiyar. Sehingga masalah yang kau hadapai sekarang adalah bagaimana kamu meningkatkan kualitas usaha dan kualitas do’a. di sini kunci sukses itu. Kualitas ikhtiyar kita, tentu dimulai dari ilmu pengetahuan, orang yang berilmu, dia akan melakukan ikhtiyar lebih baik. Yang kedua, ilmu itu harus dilakukan terus menerus di dalam mengatasi kesulitan, sehingga diperlukan yang kedua adalh pengalaman mengatasi kesulitan. Oleh karenanya, maka kamu semua mumpung masih muda, istilahnya belum hidup sesungguhnya, baru muqaddimah hidup; nanti hidup yang sesungguhnya, kalau sudah berkeluarga, kamu akan merasakan betapa sulitnya mengarungi hidup. Yang senang, itu ketika pacaran dan menyenang-nyenangkan dirinya. Kalau sudah kawin, senangnya paling lama 6 bulan. Nanti setelah itu, akan merasakn tanggung jawab sebagai suami yang sesungguhnya. Di situ akan terasa bagaimana menghadapi kehidupan yang sesungguhnya, maka mumpung masih muda, kamu jangan takut kesulitan, tetapi lakukanlah latihan menghadapi kesulitan dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang besar. Anak-anak muda yang di dalm kehidupannya penuh tantangan, kemudian dia berupaya menanggulanginya, insya allah, dia akan sukses dalam kehidupan yang sesungguhnya. Kalau masih muda, maunya enak saja, mau instan, dia akan kaget ketika hidup yang sesungguhnya; karena hidup yang sesungguhnyta tidak ada yang instan, glamour. Kalau mau melihat bintang film glamour itu kalau di sinetron, kalau hodup yang sesungguhnya, tidak seglamaour sinetronnya. Pertama, ilmu, kedua, pengalaman, experience. Yang ketiga. Mencoba melakukan kreasi untuk pengembangan diri kamu; pengalaman baik pengalaman menghadapi kesulitan, pengalaman untuk bergaul dengan orang lain, maka selanjutnya berusahalah agar kamu dapat menciptakan kreasi-kreasi. Orang tidak mungkin bersikap kreatif, kalau dia tidak aktif. Sehingga setelah ilmu, eksperience, aktif melakukan sesuatu; pengembangan dari aktif itulah yang akan mendatangkan kreasi-kreasi. dari kreasi, akan melahirkan prestasi-prestasi. Maka anak-anak muda yang prestisius, adalah anak muda yang berilmu, berpengalaman, aktif, dan kreatif. Maka dia akan produktif. Rata-rata bangsa atau suku bangsa yang sukses dan kreatif itu pasti ditempa oleh hal-hal yang tadi saya katakan. Saya mengambil contoh orang cina. Cina itu, sekalipun kaya, dia tidak akan memperbolehkan anaknya bermanja-manja waktu kecil dan waktu muda. Biasanya dititipkan kepda teamnnya, sesuai dengan pekerjaan, diberi gaji sesuai gaji yang ada, sekalipun dia anak orang kaya, untu digembleng. Untuk dijadikan kuli,. Agar bisa memimpin kuli. Kemudian dia cari uang, lalu diberi uang untuk diputar. Ketika orang tua sudah tidak ada, maka anak ini menjadi produktif. Perhatikan, pabrik-pabrik milik cina, kalau ditinggal mati, pabrik itu tambah besar. Karena ada kreasi di situ. Saya di beijing satu minggu. Di sana, tidak ada adzan; maklum, negara komunis, tapi semua bangun pagi. Setengah empat sudah bangun. Kita ini rumahnya di dekat mushalla, kadang di pondok, syahadatnya selalu, adzan keras, ndak bangun-bangun. Jadi, adzanya ada di Indonesia, bangunnya ada di cina. Ini menunjukkan bahwa budaya kita di dalam etos kerja itu harus diperbaiki. Tidak bsia kita hidup begini-begini terus. Sayangnya, untuk memperbauiki etos kerja itu, diperlukukan cukup lapangan kerja utuk berlatih; dan lapangan kerja itu tidak diciptakan oleh negara. Sehingga anak-anak ini mentok, setelah selesai kuliah. Pada nganggur semua. Di kuliah juga tidak diajari berkreasi, sehingga terjerumus dalam ma’isyatan dhanka (kehidupan yang sempit), karena tidak dipersiapkan utuk menghadapi kesulitan. Ini selayang pandang tentang ikhtiyar.
Selanjutnya karena dunia ini karena isinya bukan hal-hal yang bisa diikhtiyarkan saja, juga ada hal-hal yang lebih besar daripada dimensi ikhtiyar, maka diperlukan do’a. kita tidak bisa mengatur hidup kita sendiri, umur kita berapa. Sampai-sampai pasangan istri kita nanti siapa, juga gelap. Apalagi kalau nafsu besar tenaga kurang, tambah gelap. Orang tua pun akan besanan tidak bisa ditetapkan terlebih dahulu. Itu hal-hal yang tida bisa didesain, tapi by aksiden. Dalam kehidpan ada dua masalkah. Masalah yang bisa direncanaka dan masalah yang datang dengan sendirinya. Maunya tidak sakit, tapi sakit. Maunya duit, gaji, utuh hanya untuk makan. Tahunya untuk mbayar rumah sakit. Mau kita selamat, anak kita keserempet honda. Sangat banyak di dunia ini yang bersifat by aksiden (mufaja’ah), harus ada antisipasinya, antisipasinya adalah do’a. do’a ini doperintahkan oleh Allah SWT. Do’a artinya minta, dzikir artinya ingat. Biasanya ingat kepada Allah dulu, baru minta; sehingga ada dzikir, ada do’a. perhatikan baik-baik firman Allah;
Ud’uni astajib lakum
Mintalah kamu kepada-Ku, saya akan jawab.
Artinya: bahwa karena do’a itu perintah, maka terlepas daripada dikabulkan atau tidak, berdo’a itu sudah mendapat pahala. Karena merupakan bagian dari perintah Allah SWT. Nah, setelah minta, Allah akan menjawab. Istilah bahasa jawa, mengijabahi, akan nuruti, memberi. Tapi ingat, yang mmeberi adalah Allah, bukan kamu; Allah janji memberi, Cuma kapan memberi, terserah yang memberi, bukan yang minta; bagaimana cara memberi juga terserah Allah; bentuknya pemberian itu, kita tidak bisa mengatur; karena yang istijab adalah dzat Allah. Maka jangan keburu berdo’a, meminta sesuatu, tidak segera terkabul, jangan merasa tidak terkabul, siapa tahu kalau itu belum. Siapa tahu kalau bentuknya tidak seperti yang kamu bayangkan. Siapa tahu, apa yang kamu minta ditukar oleh Allah dengan sesuatu yang lebih baik. Atau kalaupun tidak diberi itu merupakan Rahmat Allah. Karena man’ul ‘atho ‘ainul ‘atho, kalau Tuhan tidak memberi, padahal kamu sudah minta, ya itu pemberiannya. Contoh: saya tahun 1990 naik haji minta kepasa Allah supaya saya diberi kesempatan sebelum saya mati untuk keliling dunia melihat dunianya Allah. Ndak kabul-kabul. 1990-1997, Februari tahun 1998, baru saya pergi ke luar negeri. Semenjak itu tidak ada habis-habisnya sampai sekarang. Artinya: Kapan Allah memberi, tidak tergantung kita. Waktu saya jadi mahasiswa, saya bercita-cita supaya bisa pidato seperti bung karno dan bisa menyanyi seperti mus mulyadi. Mugi-mugi pidato koyo Bung Karno; iso nyanyi, kados Mus Mulyadi, temen saya satu angkatan sekolah. Allah memberi bisa pidato, sekalipun tidak ; tidak memberi saya bisa nyanyi, karena suaranya tidak indah. Direnungkan, umpama saya bisa menyanyi, saya tidak bisa membuat Al-Hikam, ngamen terus. Tidak diberi oleh Allah. Tidak diberi itu bukan berarti jelek; karena kalau diberi, belum tentu lebih baik daripada kalau tidak diberi. Keikhlasan orang berdo’a dalam hal ini, oenting. Ini bedanya berdo’a dengan narget. Ya Allah, mudah-mduahan jadi orang kaya; awas kalau tidak diberi. Sehingga kapan diberi, ternyata tidak cepan; diberi apa, ini terserah Allah SWT. Kadang-kadang diganti. Orang berdo’a kaya, tidak dikasih kaya, ytapi dikasih ilmu. Ada orang berdo’a dapat pangkat, ndak dikasih, anaknya yang pangkat. Inis emuanya hendaknya disadari bahwa do’a dan ikhtiyar itu gandeng; dilakukan secara bersam-sama, harus ada keikhlasan bahwa kita itu minta. Yakin diberi, tapi jangan ngatur pemberian. Ini perlu, kenapa. Kalau kalau kamu ngatur, kamu akan stress. Mudah-mudahan saya bisa ke luar negeri, ditunggu beberapa tahun tidak juga keluar negeri, ndak ada sabarnya, bisa stress. Ar-Ridho bil Qadha’, Ridho terhadap ketentuan Allah, itu sangat penting. Tapi sekali-kali, jangan kamu artikan, ridho bil qadha’, min duni do’a wal ikhtiyar. Ridho dengan ketentuan Allah, itu maksudnya tidak menyalahkan Allah, tetapi selalu ikhtiyar dan do’a. maka, di dalam Al-Qur’an disebutkan, la taiasu min rauhillah, fainnahu
Jangan berputus asa terhadap pemberian dan pertolongan Allah; karena orang yang pantas berputus asa adalah orang yang ingkar dan kafir kepada Allah.
Hari ini banyak orang yang ingkar, karena cita-citanya ndak kabul, bunuh diri; nanti ada ayahnya ndak pulang-pulang, begitu pulang dipotong burungnya, sehingga ndak bisa bunyi kalau pagi; ibu membunuh anak; suami membunuh istri; ada yang berani membunuh ibunya; semuanya karena yaias min rauhillah, dia putus asa. Di dunia ini, negeri yang paling banyak orang bunuh diri, di Jepang. Di Jepang orang malu aja bunuh diri, kalau di sini, malu justru membunuh orang.
Dengan berpegang pada prinsip hidiup, ikhtiyar dan do’a, tidak ada jalan orang mengakhiri hidupnya dengan keputus-asaan. Orang yang bunuh diri, hukumnya menjadi kafir sebagaimana Ayat di atas.
Nah, oleh karenanya, bersama-sama dengan do’a dan ikhtiyar diperlukan kesabaran. Diperlukan kekuatan untuk menerima tenggang waktu yang ditentukan Allah, dan menerima alternatif yang dipilihkan oleh Allah kepada kita. Maka setelah kita meminta sesuatu, oleh Al-Qur’an, kita diwajibkan terus menjaga do’a kita dengan sabar dan shaalt. Wasta’inu bishhabri wa shalat. Kenapa? Harus dengan sabar, harus dengan sabar, karena tidak instan, 7 tahun baru dikasih, kadang 15 tahun baru dikasih; sampai mati tidak dikasih, tapi dikasihkan anak; maka banyak yatim hidup bahagia menjadi orang; banyak orang rusak, padahal masih ditunggui orang tuanya sendiri. Maka mintalah pertolongan kepada Allah dalam mengatasi kehidupan inoi dengan sabar dan shalat. Sabar itu ada dua pengertian, sabar dalam waktu dan sabar dalam kesulitan. Sabar dalam waktu adalah penantian; sabar dalam kesulitan, dia punya ketahanan ketika dia mendapatkan bencana kehidupan atau musibah, maka daya rohaninya di atas musibah yang ada, sehingga bisa menahan. Yang menjadi tugas kamu menjadi jelas, bagaimana kamu berusaha keras, terus minta kepada Allah, dan di dalam menghadapi kesulitan, mintalah pertolongan (isti’anah) kepada Allah dengan sabar – artinya memperkuat ketahanan dan yang kedua, mengatasi jenjang waktu yang diberikans emenjak berdo’a sampai hasilnya do’a. menurut Syaikh Wahbah Zuhailly, shalat di sini maksudnya ash-shalawatul masnunah, jadi mintalah tolong kepada Allah dengan shalat sunnah. Kalau shalat wajib memang sudah kewajiban, kurang dari itu, berarti dosa; tapi untuk pengembangan, itu kesunatan, maka bisa shalat qabliyah, ba’diyah, shalat malam, shalat dhuha, dan sebagainya. Sehingga ketika kamu sampai tingkat kejenuhan, mendekati keputus-asaan, cepet-cepet shaalt. Apalahi sekarang, kiriman dari rumah telah; ngejar, yang dikejar tidak mau, itu stress aja isinya, akhirnya jadi penyair, ngarang surat, mendadak jadi pujangga; padahal tuntunan agama, ya shalat itu; maka akan terjadi penurunan ketegangan; kalau tingkat yang dihadapi sangat berat, maka puasa; puasa itu jitu sudah. Puasa itu akan menembus sesuatu yang tidak tertembus. Puasa akan melindungi (junnah). Puasa berfungsi sebagai ikhtiyar menembus sesuatu yang tidak tertembus; dan melindungi dengan perlndungan yang kokoh dari bencana yang kita tidak mampu mengatasinya sendiri, jadi memerlukan protektor di situ. Fitnah, gosip, ancaman, atau apa; maka puasalah. Inipu sesuai dengan shalat tadiu, yang dimaksud adalah puasa sunnah. Ini kalau memang sudah berat, misalnya: saya mau mendirikan pesantren Al-Hikam, bisa apa tidak. Tanahnya ndak jelas. Ada nggak nanti orang yang ngasih tanah. Kalau punya tanah, bisa mbangun nggak. Duitnya dari mana? Wong sehari saya kadang makan kadang tidak; maka saya puasa; kalau hitungan secara rasional tidak tertembus, ternyata tembus dengan puasa. Ketika saya pindah dari malang ke surabaya. Dulu jadi pengurus di sini, terus jadi bentrokan hebat, banyak ancaman, begini-begini, saya puasa. Dalam periode hidup, kamu ndak tahu sekali atau banyak kali, mudah-mudahan sekali saja, tapi tidak ada orang yang lolos dari goncangan yang sangat mengkhawatirkan, semua orang pasti kena, termasuk Nabi SAW. Beliau diancam dibunuh. Kamu suatu ketika akan terpepet pada sesuatu, yang selueuruh dikerahkan, tidak bisa lagi. Kalau sudah begitu, pesen saya, puasa. Mengatasi sesuatu yang menurut ukuran tidak teratasi; menembus sesuatu yang menurut sesuatu tidak tertembus; melindungi diri yang menurut ukuran, tidak selamat; maka berpuasalah. Tapi shalat itu jangan dikira ringan, karena terusnnya Ayat itu; innaha lakabiratun illa ‘alal khasyi’in.
Shalat itu sangat berat bagi orang yang hatinya sudah mapan. Bisa konsentrasi. Ini bekal-bekal untuk kehidupan kamu. Jangan merasa hanya dengan ilmu informatoris yang didapat dari kampus, semua akan beres. Wong rektornya sendiri bisa stress, apalagi mahasiswanya. Ketua yayasannya bisa urusan polisi, apalagi kamu yang numpang ilmu di situ. Sangat-sangat mungkin. Ilmu informatoris itu penting, tapi belum segalanya. Nah, jangan lupa karena Allah tidak segera memberinya, atau Allah tidak selalu pas yang kau minta, tapi kadang diganti atau tidak diberi, sebagai pemberiannya; tidak diberi, asal pemberiannya ya tidak diberi. Tidak diberi itu sebenarnya pemberian. Misalnya: kamu punya anak 2 tahun minta sambal, masak diberi. Tidak diberi itu pemberian-Nya. Maka ada satu kewajiban lagi, namanya istiqomah. Istiqomah itu, sudah diberi, belum diberi, terus saja, istiqomah itu maknaya dua lurus dan terus. Lurus itu jurusannya, terus itu tidak berhenti, rutin; ajeg (selalu) dan jejeg (lurus). Jadi, istiqomah adalahs ebuah kewajiban, karena tidak ada jaminan instan, dan Allah tidak menjamin instan. Kadang instan kadang ditunda. Ada juga yang diberi kontan. Rasulullah SAW pernah menanak nasi, cukup untuk sekeluarga saja; eh tahu-tahu datang tamu banyak, belum makan; ya Allah, mudah-mudahan nasi ini cukup untuk untuk semuanya. Nasi itu cukup untuk ratusan orang, cukup. Itu Nabi Muhammad, kalau muhammad belakangan ya jangan coba-coba. Itu termasuk bagian dari mu’jizat. Ada yang instan, kontan diberi Allah. Rata-rata tidak kontan. Jarak ini harus diisi dengan istiqomah.
Walladzina qalu … istaqamu …. Tatanazzalu…
Orang yang punya istiqomah, dia diiringi oleh malaikat Allah. Anak ini menjadi bercahaya. Orang yang melakukan istiqomah itu, Allah memberikan nur kepada dia. Orang yang istiqomah itu bercahaya. Seperti orang yang shalat malam. Sama-sama tidak tidur, antara yang shalat malam dengan orang yang begadang saja; pagi bangun, mukanya ruwet, kalau malamnya wasta’inu bishhabri, mungkin lelah dan ngantuk, tapi beda. Sehingga akhirnya obat untuk hidup ini Cuma dua, sabar dan syukur; kalau belum datang sabar, dapat syukur. Selesai. Selebihnya serahkan kepada Allah. Faidza ‘azamta…
Dengan demikian, hidup kita mantep dan tenang. Tenag karena tahu duduk masalah kehidupan. Mantap karena kita pokoknya sudah melakukan perintah, do’a maupun ikhtiyar, selebihnya tawakkal. Itulah aturan Allah untuk kehidupan yang sangat rumit dan berliku-liku. Sayangnya anak muda sekarang yang dikejar kesenangan, bukan kualitas. Yang dikejar adalah yang fatamorgana, bukan yang rill. Itu adalah persiapan menuju kehancuran. Akademi saja akademi fantasi, fantasi kan khayalan. Itu kok banyak peminatnya. Lulusannya Indonesia Idol. Bedanya akademi biasa dengan akademi fantasi, bedanya di persiapan sekolah; kalau kamu sekolah, rambut kusut dirapikan, kalau akademi fantasi, rambut yang sudah rapi, dikusutkan; tambah koyo jin, tambah gagah. Itu namanya satu penipuan terhadap generasi muda. Adalah awal dari sebuah kehancuran, karena dia tidak mempersiapkan apa-apa untuk hidupnya. Semoha Allah melindungi kamu semua, kita semuanya.
Rabbana hablana min zwajiba..
0 komentar:
Posting Komentar